Berpikir Cara Buddhis yang BERDUKA CITA

Ungkapan ‘say it with flowers’ mungkin sudah sangat akrab dengan telinga
kita.Jika mendengar ungkapan tersebut, kemungkinan besar bayangan yang
pertama muncul dalam benak kita adalah suasana bahagia sepasang muda-mudi
yang sedang kasmaran yang menyatakan perasaan cinta mereka dengan melalui
perantaraan bunga. Itu gambaran yang sangat umum, namun ternyata ungkapan
tersebut lebih banyak digunakan orang dalam suasana yang tidak bahagia.

Say it with flowers ternyata lebih sering berupa karangan bunga ungkapan
bela sungkawa yang dikirimkan ke rumah duka saat ada sahabat, kolega atau
kerabat yang meninggal dunia. Mengungkapkan rasa suka saja sudah begitu
susah, apalagi ungkapan rasa duka. Oleh karena itu, ungkapan rasa duka
akan terasa lebih mudah jika disampaikan dalam bentuk bunga. Ungkapan
dengan bunga biasanya juga diembel-embeli kalimat ‘Turut Berduka Cita’.
Namun, jika kita perhatikan lebih
seksama, ternyata karangan bunga yang dikirimkan oleh umat Buddha (baca:
umat Buddha yang mendalami Dharma, bukan umat Buddha KTP) atau organisasi
Buddhis, biasanya tidak menyertakan kalimat ‘Turut Berduka Cita’ tetapi
menggunakan kalimat Sabbe Sankhara Anicca’. Umat Buddha yang mengenal
Dharma tentu mengerti arti kalimat Sabbe Sankhara Anicca’.

Sayangnya sebagian umat Buddha mengira bahwa kalimat ‘Sabbe Sankhara
Anicca’ adalah sama maknanya dengan ‘Turut Berduka Cita’, hanya dalam
konteks bahasa yang berbeda. Padahal kedua kalimat itu memiliki arti dan
pemahaman yang sangat jauh berbeda, bahkan boleh dibilang saling bertolak
belakang. Sabbe Sankhara Anicca merupakan salah satu dari Tiga Corak Umum
Kehidupan (Tilakkhana) yang merupakan intisari Buddha Dharma yakni:
1.Sabbe Sankhara Anatta, semua yang berkondisi adalah tidak memiliki inti,
roh, diri.
2.Sabbe Sankhara Anicca, semua yang berkondisi adalah tidak kekal
3.Sabbe Sankhara Dukkha, semua yang berkondisi adalah sumber penderitaan.

Sabbe Sankhara Anicca terbentuk dari 3 kata yakni Sabbe (semua, seluruh),
Sankhara (semua yang berkondisi), Anicca (tidak kekal). Sabbe Sankhara
Anicca mengandung pengertian sederhana bahwa segala sesuatu yang
berkondisi, yang saling bergantungan adalah tidak kekal. Dalam kaitan
dengan tulisan pada karangan bunga, Sabbe Sankhara

Anicca bukanlah sebuah ungkapan simpati, apalagi turut berduka cita.

Sabbe Sankhara Anicca adalah sebuah pencerahan, bahwa ditinggal pergi oleh
orang yang kita cintai, orang yang kita sayangi, orang yang kita butuhkan
atau siapa saja, adalah bagian dari kehidupan ini. Segala sesuatu itu
tidaklah kekal adanya. Buddha Dharma adalah ajaran yang logis, sedang
sesuatu yang disebut logis itu harus memiliki dasar/ fondasi yang
bernalar. Jika kematian adalah bagian pasti dari kehidupan itu sendiri,
jika ketidakkekalan adalah corak yang
umum dan pasti, jika kelapukan adalah proses yang tidak bisa dihindari
dalam kehidupan ini, maka umat Buddha yang memahami Dharma tidaklah
meratapi sebuah kematian. Kematian orang-orang di sekitar mengingatkan
kita bahwa memang demikianlah hakikat kehidupan ini dan tidak ada yang
perlu di-duka-kan.

Duka cita adalah akibat dari kemelekatan. Semakin kecil kemelekatan, maka
semakin kecil pula duka yang muncul. Semakin kecil kemelekatan pada
seseorang, maka semakin kecil pula rasa duka yang muncul saat ditinggal
pergi oleh orang tersebut. Karena duka adalah hasil dari kemelekatan, maka
adalah tidak mungkin dan tidak masuk akal bagi seseorang yang tidak
memiliki ikatan atau kemelekatan pada orang yang meninggal untuk timbul
rasa duka. Lalu akhirnya, ungkapan turut
berduka cita hanyalah sebuah formalitas belaka. Ada yang beralasan bahwa
ungkapan tersebut dimaksudkan untuk menghibur mereka yang tidak dapat
menerima kematian sanak keluarganya. Dalam Buddha Dharma dikenal Brahma
Vihara yang salah satu di antaranya adalah Karuna, yaitu berempati
terhadap penderitaan orang lain. Karuna adalah perasaan welas asih karena
melihat orang lain menderita dan berusaha (ingin) menolong, namun bukan
berarti sebagai ikut berduka dalam penderitaan orang lain. Hiburlah mereka
yang berduka dengan cara yang mencerahkan, yaitu dengan ungkapan yang
bijaksana.

Dalam bahasa sehari-hari, ungkapan ‘turut berduka cita’ mungkin masih
dapat diterima dan ditolerir, namun kiranya umat Buddha senantiasa
memiliki pandangan yang benar dalam pemahaman Dharma. Buddha Dharma tidak
mengajarkan larut dalam duka, melainkan mengajarkan bagaimana memahami
hakikat kehidupan ini sehingga kita jangan terlalu terseret dalam duka,
pun tidak ikut-ikutan berduka cita atas sesuatu yang lazim dan pasti,
yakni kematian.

Anicca vata sankhara,
Uppada vaya dhammino
Uppajjitva nirujjhanti,
Tesang vu pasamo sukkho

Tidak kekal, segala yang berkondisi
saling bergantungan.
Semua disebabkan karena melekat
pada kelahiran dan kelapukan.
Setelah timbul, semua itu akan lenyap
kembali.
Dengan berhentinya kemelekatan akan didapatkan kebahagiaan.

5 komentar:

Delima mengatakan...

Salah satu uraian dharma yang rumit untuk dihadapi tapi baik untuk diketahui...

Unknown mengatakan...

Terima kasih...
Mohon ijin copas ya...
Untuk para keluarga yang ditinggalkan kecelakaan AirAsia...

Anonim mengatakan...

Workshop Joy of Living

The program contains three levels:

Level I: Calming the Mind ~ The Practice of Awareness Meditation

Utk pendaftaran kirimkan nama dan no HP peserta ke nomor 085319779396. Terima kasih

ShellaFransisca mengatakan...

Terima kasih. Artikelnya sangat memberikan pengertian bagi umat. Sabbe satta bhavatu sukhitata

Christoper mengatakan...

Terima kasih telah memberikan pengertian sebenarnya dari Sabbe Sankhara Anicca.
Izin copas link